Selasa, 17 Desember 2013

MEMUDAHKAN BELAJAR DALAM KEGELAPAN (Mengupas Potensi E-Learning Untuk Pendidikan Tunanetra)



Oleh: Janu Arlinwibowo

Jumlah handphone di Indonesia mencapai 250,100,000 buah, dengan 237,556,363 penduduk maka peluang tiap penduduk menggunakan handphone mencapai 105.28%.

Fakta mengejutkan diatas dapat memberikan gambaran pada kita bahwa masyarakat Indonesia merupakan konsumen teknologi informasi. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa teknologi yang memiliki perkembangan sangat cepat ini telah menjadi kebutuhan primer di seluruh belahan dunia. Beranjak dari kepemilikan handphone, kita dapat menduga bahwa internet pun sudah menjadi barang biasa di masyarakat.
Fenomena terus berkembangnya teknologi informasi tidak disia-siakan oleh dunia pendidikan. Saat ini mulai banyak dikembangkan sistem pembelajaran yang berbasis pada internet, atau lebih sering kita dengar dengan nama E-Learning. E-Learning merupakan usaha untuk membuat sebuah transformasi proses belajar mengajar di sekolah dalam bentuk digital yang didukung oleh teknologi internet.
Pengembangan model pembelajaran E-Learning memberikan dampak positif pada dunia pendidikan dimana proses pembelajaran dapat dikemas lebih menarik, bermakna, dan tentunya dapat diakses sewaktu-waktu. Model pembelajaran ini seolah merevolusi sistem pembelajaran konvensional yang mengharuskan seorang siswa belajar dalam suatu ruang dan waktu yang khusus. Dengan pengembangan model ini siswa dapat belajar dengan lebih leluasa tanpa terkekang oleh ruang dan waktu.

Teknologi Informasi pun Merambah Tunanetra
Perkembangan teknologi informasi ternyata berlaku secara keseluruhan, termasuk untuk konsumen tunanetra. Industri memberikan fasilitas khusus pada tunanetra sehingga dapat mengoperasikan piranti elektronik dengan baik layaknya orang awam. Inovasi yang dikembangkan untuk mendukung aksesibilitas tunanetra dalam menggunakan piranti elektronik berupa handphone dan komputer adalah pembaca layar atau dikenal dengan nama software screen reader. Prinsip kerja software ini adalah membaca tulisan dan obyek yang ada dilayar monitor lalu ditransfer ke bentuk suara menjadi semacam “mata telinga”. Dengan demikian, tunanetra bisa mendengar semua yang ada dilayar, baik berupa tulisan, icon maupun simbol-simbol lainnya. Dengan berbekal komputer atau handphone yang telah dilengkapi screen reader maka setiap tunanetra dapat mengakses informasi yang ada diinternet layaknya orang awas.

E-Learning: Leluasa Belajar Dalam Kegelapan
Melalui temuan di atas maka tidak ada alasan untuk tidak menerapkan sistem E-Learning bagi siswa tunanetra. Kekhawatiran tunanetra tidak dapat mengoperasikan piranti elektronik telah terjawab dengan software screen reader. Bahkan sudah barang biasa melihat tunanetra usia sekolah membawa handphone layaknya siswa sekolah umum, mereka pun smsan, bahkan aktif di jejaring sosial seperti twiter dan facebook. Untuk siswa tunanetra SMA atau Mahasiswa, banyak dari mereka yang berangkat sekolah membawa laptop, sama seperti siswa umum, membawa laptop untuk mengerjakan tugas ataupun sekedar memanfaatkan fasilitas wifi di lingkungan tempat belajar.
 E-Learning memiliki potensi besar untuk membantu siswa tunanetra belajar. Metode ini dapat meminimalkan ketergantungan siswa dan guru terhadap ruang dan waktu khusus. dalam proses pembelajaran. Keterbatasan tunanetra dalam bergerak tentu memberikan kendala tersendiri untuk move, seperti berganti ruang kelas, menemui dosen mengumpulkan tugas, ataupun konsultasi. Dengan demikian maka E-Learning dapat memberikan kenyamanan belajar yang lebih pada tunanetra. Dengan gerak yang minimal tunanetra tetap dapat belajar dengan maksimal.
E-learning merupakan sebuah proses pembelajaran yang dilakukan melalui network (jaringan). Ini berarti dengan e-learning memungkinkan tersampaikannya bahan ajar kepada peserta didik menggunakan media teknologi informasi dan komunikasi berupa komputer dan jaringan internet atau intranet. Dengan e-learning, belajar bisa dilakukan kapan saja, di mana saja, melalui jalur mana saja dan dengan kecepatan akses apapun. Proses pembelajaran berlangsung efesien dan efektif.
Keuntungan lain untuk tunanetra adalah tunanetra dapat mengulang belajar dengan membuka sumber belajar elektronik dengan leluasa. Tidak perlu susah payah mencatat, tidak perlu susah mencari buku di almari, bahkan dapat mendengar kembali penjelasan guru atau dosen melalui rekaman. Dengan demikian maka dampak dari “kegelapan” dapat diminimalkan dan tunanetra dapat belajar dengan lebih leluasa.
Dengan E-learning maka siswa tunanetra juga akan diuntungkan dengan mudahnya mengarsipkan materi pelajaran. Materi yang semula sering dikemas dalam huruf Braille yang notabene memiliki dimensi yang besar dan berat dalam berubah menjadi suatu folder dalam komputer. Selain itu kemudahan juga ada ketika tunanetra akan mencari materi pelajaran, jika semua harus mencari di berbagai tempat penyimpanan, dengan E-learning maka tunanetra dapat mencari file lebih mudah. Jika lupa pun tunanetra akan dibantu oleh mesin pencari yang ada di operating system untuk mencari file yang diinginkan.
Berbasi E-learning, guru atau dosen juga dapat memberikan stimulus pada tunanetra untuk mencari berbagai materi. Atas bantuan screen reader tunanetra dapat membaca banyak bacaan yang akan sangat sulit mereka temukan di perpustakaan. Dengan demikian maka tunanetra dapat terangsang untuk mencari wawasan seluas-luasnya sehingga pengalaman dan perbendaharaan ilmunya pun semakin baik.

Killing Distance, Making a New World
Dengan basis E-learning jarak antara pengajar dan siswa dimungkinkan semakin menipis karena dalam kondisi ini jarak menjadi suatu hal yang tidak diperhitungkan. Interaksi antara guru dan siswa dimungkinkan akan semakin intensif. Guru dapat memberikan himbauan siswa kapanpun ataupun siswa dapat menanyakan solusi permasalahan pada guru kapan pun.
Banyak sekali masyarakat yang memiliki akun dalam jejaring sosial, Untuk twitter Indonesia berada di posisi kelima dengan jumlah akun 19,5 juta. Sedangkan untuk pengguna facebook di Indonesia per bulan Januari 2013 telah menembus angka 50,583 juta. Pemilik akum dari jejaring sosial tersebut beberapa diantaranya adalah tunanetra. Keberadaan jejaring sosial tersebut semakin memudahkan antar individu untuk saling berkomunikasi, termasuk guru dan murid. Saat ini sudah banyak guru dan siswa yang saling berkomunikasi melalui jejaring sosial, sekedah bersosialisasi ataupun memanfaatkannya untuk kegiatan belajar. Sangat menarik jika guru SLB atau sekolah inklusi menerapkan pembelajaran berbasis E-learning dengan melibatkan jejaring sosial. Tentunya siswa tunanetra akan semakin mudah berkomunikasi dengan guru dengan lebih leluasa.

Teknologi informasi adalah cahaya dalam kegelaman mereka,
Mari dukung mereka agar dapa berkreasi dalam kegelapannya,
Salam education for all,

Jumat, 30 Agustus 2013

MENELUSURI DUKUNGAN TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK TUNANETRA DALAM BERKOMUNITAS

Oleh:
Janu Arlinwibowo, S.Pd
(Kategori UMUM)

Orang bilang tiggal di kutub sangat menyedihkan,
Harus menunggu sekian lama untuk melihat matahari,
Menahan rindu lama pula untuk melihat bulan,
Namun ada yang lebih parah,
Mereka tanpa matahari dan mereka tak kenal bulan,

Tunanetra merupakan orang yang mengalami gangguan pengelihatan sehingga tidak dapat melakukan kegiatan keseharian seperti orang awas (orang berpengelihatan normal) walaupun dibantu dengan berbagai alat. Dalam kehidupannya tunanetra mengalami keterbatasan untuk menangkap sinyal visual yang dipancarkan oleh lingkungan. Padahal, sinyal visual merupakan data yang paling mudah diakses oleh manusia. 83% informasi yang didapatkan manusia melalui indera pengelihatan yang berarti merupakan sinya visual.
Keterbatasan tersebut membuat tunanetra memiliki keterbatasan mobilitas. Tunanetra sangat terbatas dalam pergerakan. Mobilitas tunanetra sangat terbatas karena mayoritas elemen yang berada di lingkungan memberikan sinyal visual terlebihdahulu, baru ketika terjadi interaksi fisik lingkungan dapat memberikan sinyal suara ataupun rasa. Namum yang bermasalah adalah benda bahaya yang membahayakan jika terjadi kontak fisik seperti api, pisau, binatang berbisa dan lain sebagainya.
Fakta mengenai urgensi sinyal visual dan banyaknya benda bahaya membuat tunanetra memiliki kecenderungan untuk berhati-hati, bahkan terkadang agak berlebihan. Respon berlebihan tersebut membuat mental dari tunanetra renta dan sangat mudah trauma. Sedikit runcing ataupun sedikit panas akan memberikan stimulus pada tunanetra untuk segera menjauh atau menghindar.


Tunanetra = Gelap = Unconfident
Keterbatasan pengelihatan membuat tunanetra mangalami banyak perbedaan dengan orang awas. Banyaknya suatu kegiatan berbasis visual membuat banyak pula sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh tunanetra layaknya orang awas. Hal tersebut menimbulkan suatu perbedaan yang memberikan dampak signifikan pada kepercayaan diri. Marasa beda dan merasa kurang lengkap membuat tunanetra mengalami masalah dalam psikologisnya.
Kegelapan adalah istilah yang mereka gunakan untuk mendefinisikan kondisi mereka. Gelap bukan semata-mata karena mereka tidak pernah melihat sinar namun lebih kepada ketidak mampuan mereka untuk memahami lingkungan sekitar secara menyeluruh. Kegelapan menjadi suatu kata yang berkonotasi negatif. Dimana suatu kata yang sebenarnya mendeskripsikan suatu rasa pesimis dan permitaan tolong.
Sayangnya rasa pesimis hampir dialami oleh semua tunanetra. Bahkan semacam menjadi penyakit genetis. Ketakutan untuk mencoba sesuatu yang baru membuat pengalaman menjadi sangat minimal. Imbasnya, tunanetra memiliki keragu-raguan dalam bertindak dan sangat rentan terhadap trauma, khususnya panas dan runcing.
Kondisi masyarakat sekitar yang cenderung underestimate memperparah perkembangan tunanetra. Keraguan untuk memberikan keleluasaan tunanetra dalam beraktifitas secara perlahan membentuk jiwa pesimis penuh ketakutan. Bantuan-bantuan berlebihan ternyata akan memberikan dampak kurang baik. Tunanetra menjadi takut beraktifitas sendiri dan membuat suatu ketergantungan yang tidak sehat.

Menyoal Kebutuhan Tunanetra
Menjadi kaum minoritas adalah suatu kondisi yang sangat tidak menguntungkan. Merasa sendiri ditambah dengan perbedaan membuat mental tunanetra menjadi rapuh. Minoritas membuat tunanetra mengalami keterbatas untuk berkomunikasi dengan sesama. Memang jumlah tunanetra di Indonesia cukup banyak yaitu 3,5 juta orang. Namun dari kesemuanya tersebar keseluruh wilayah Indonesia yang memiliki luas 1.910.931,32 km2. Ditambah dengan kondisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan sehingga sangat susah untuk membangun sebuah komunitas tunanetra. Kondisi tersebut membuat tunanetra merasa menjadi satu-satunya individu yang mengalami kekurangan.
Kesempatan tunanetra untuk berkomunitas adalah saat mereka bersekolah. Dalam naungan lembaga belajar tunanetra dari berbagai penjuru akan berkumpul dan berkomunitas. Dalam aktifitas bersosialnya dengan sesama tunanetra akan memberikan pengembangan mental yang baik. Tunanetra dapat melakukan sharing untuk bertukar informasi dan pandangan hidup. Aktifitas tersebut akan mengurangi beban rasa “kekurangan” yang terus dipikul dan menumbuhkan rasa “tidak cuma aku” yang memberikan semangat lebih dalam menjalani hidup.
Namun terdapat permasalahan mengenai sedikitnya siswa di suatu lembaga pendidikan tunanetra. Dalam satu kelas rata-rata jumlah siswa bisa dihitung dengan jari. Sehingga komunitas yang terbentuk pun minimal personil. Imbasnya adalah sharing pengalaman dan wawasan menjadi sangat minimal.
Ditambah dengan kondisi tempat tinggal yang saling berjauhan. Mutlak kesempatan tunanetra untuk bergaul secara leluasa pun hanya saat di sekolah. Memang diluar jam sekolah mereka memiliki kesempatan untuk saling mengunjungi namun tentu dengan intensitas rendah, tidak seperti kita sebagai orang awas. Fakta tersebut membuat waktu bergaul sangat terbatas sehingga alokasi untuk saling berbagi pun sangat minimal.

Mengusut Jaman “Manusia Hidup Tanpa Jarak”
Dewasa ini nampaknya permasalahan jarak menjadi hal kuno yang tidak menjadi suatu masalah. Saat ini era dimana teknologi informasi berkembang pesat sehingga jarak menjadi sesuatu yang bukan menjadi masalah. Sedikit demi sedikit teknologi informasi mulai berkembang, hingga mencapai akselerasi perkembangan luar biasa mulai tahun 2000an. Diawali dengan adanya telepon rumah yang memfasilitasi masyarakat untuk berhubungan jarak jauh dengan media suara. Berlanjut muncul telepon genggang yang dapat mengirimkan pesar berupa tulisan. Hingga berkembang dengan banyaknya fasilitas internet yang dapat melayani masyarakat dalam berbagai hal berkaitan dengan komunikasi.
Bahkan luarbiasanya saat ini akses internet dinilai sebagai kebutuhan primer. Di instansi perkantoran ataupun sekolah menyediakan akses tersebut agar dapat dipakai oleh semua kalangan yang membutuhkan, tentunya dengan kebijakan masing-masing kantor. Informasi dinilai sebagai salah satu aspek penting dalam mendukung kinerja. Untuk beberapa kantor sengaja memancarkan wifi dengan radius yang relatif jauh sehingga khalayak umum dapat menggunakan. Fenomena tersebut nampak di kantor DPRD Kabupaten Bantul dan Telkom Bantul.
Popularitas internet semakin menggila. Semakin banyak orang yang terinfeksi virus candu internet karena memang kemudahannya dalam mengakses informasi. Ditambah dengan harga perangkat komputer yang semakin lama semakin terjangkau. Atau juga semakin terjangkaunya handphone yang dapat dijadikan media untuk mengakses internet. Dengan uang kurang dari 1 juta saat ini masyarakat sudah mendapatkan handphone dengan fasilitas penangkap sinyal wifi. Jika hanya ingin internet saja, banyak handphone dengan harga kurang dari 500 ribu. Sebuah survei yang diselenggarakan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia tahun 2012 mencapai 63 juta orang atau 24,23 persen dari total populasi negara ini.
Dari fenomena murahnya perangkat dan mudahnya akses internet, tidak heran jika popularitasnya terus meningkat. Bahkan keberadaan fasilitas sinyal internet menjadi sesuatu yang marketable. Fasilitas internet dapat memberikan daya tarik masyarakat untuk mengunjungi atau beraktifitas di suatu tempat. Dan segmennya pun sangat luas karena hampir semua masyarakat memiliki handphone atau komputer jinjing. Fakta mengejutkan bahwa ternyata jumlah handphone di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 250,100,000 buah handphone. Dengan jumlah penduduk mencapai 237,556,363 maka perbandingan jumlah penduduk yang menggunakan handphone mencapai 105.28%.
Inovasi yang dilakukan oleh stakeholder pun semakin variatif dan canggih. Fasilitas untuk saling berkomunikasi pun semakin banyak pilihan. Hingga muncul suatu media sosial yang dapat memfasilitasi masyarakat untuk berkomunikasi dan berkomunitas di dalam dunia maya. Dimulai dari chating ala mirc hingga friendster yang dapat memaparkan identitas dengan lebih nyata. Terus berkembang hingga saat ini facebook dan twitter manjadi jejaring sosial yang paling familiar digunakan oleh masyarakat. Untuk twitter Indonesia berada di posisi kelima dengan jumlah akun 19,5 juta. Sedangkan untuk pengguna Facebook di Indonesia per bulan Januari 2013 telah menembus angka 50 juta pengguna, tepatnya 50,583 juta
Jejaring sosial dapat memfasilitas masyarakat untuk berkomunitas secara luar biasa. Dengan jejaring sosial informasi dan undangan dapat disampaikan secara mudah. Banyak kasus yang menyebutkan bahwa jejaring sosial mempertemukan teman lama yang sudah lama lostcontact. Jarak menjadi buka suatu masalah untuk mencari teman yang jaraknya ribuan kilo bahkan terpisah benua. Berkomunitas menjadi sangat mudah dengan jangkauan yang sangat luas, bahkan seperti tanpa jarak.

Tunanetra pun Berkomunitas Tanpa Batas
Perkembangan teknologi informasi yang memangkas jarak antar pengguna turut dimanfaatkan oleh tunanetra. Pertanyaan pasti akan muncul mengenai bagaimana tunanetra dapat mengoperasikan hardware. Sedangkan selama ini yang diketahui oleh masyarakat perangkat untuk mengakses internet berbasis pada simbol visual.
Screenreader marupakan teknologi pengembangan yang dapat membantu tunanetra dalam mengoperasikan perangkat untuk mengakses internet. Screenreader akan mengonversi simbol visual yang ditampilkan oleh perangkat menjadi simbol audio. Semua simbol visual yang dikehendaki akan disuarakan seperti ada seseorang yang membacakan. Hebatnya teknologi ini dapat diterapkan di handphone dan juga komputer sehingga tunanetra dapat leluasa dalam mengoperasikannya. 
Perangkat tersebut pun dipandang sangat terjangkau. Handphone dengan harga kurang dari 500.000 sudah dapat menggunakan aplikasi screenreader. Dan fenomena dilapangan menunjukan bahwa saat ini banyak sekali tunanetra yang selalu mengisi sakunya dengan handphone. Begitu pula dengan komputer. Semua komputer yang saai ini beredar dapat menampung aplikasi screenreader. Aplikasi juga bersifat sangat ringan sehingga komputer jinjing dengan spesifikasi rendah seperti netbook sudah dapat menampung. Seperti halnya handphone, netbook pun buka merupakan barang langka di kalangan tunanetra. Sudah merupakan barang umum netbook digunakan oleh siswa tunanetra, khususnya jenjang pendidikan SMA dan Perguruan tinggi.




Tunanetra mengoperasikan komputer (kiri) dan
Tunanetra sms (kanan)

Gambar diatas menunjukan bahwa tunanetra dapat mengoperasikan komputer dengan menggunakan screenreader. Kekurangannya adalah output suara membuat sekeliling terganggu, atau jika membaca pesan yang sifatnya privasi orang lain mendengar. Untuk mengantisipasi hal tersebut tunanetra dalam gambar menggunakan earphone sehingga hanya dia sendiri yang menangkap keterangan audio dari komputer. Gambar yang dikanan memperlihatkan aktifitas tunanetra dalam berkomunikasi dengan handphone. Nampak seperti menelpon karena handphone diletakan di samping telinga namun tunanetra tersebut bukan menelpon, melainkan sms. Alasan mendekatkan handphone ke telingan adalah karena tunanetra menangkap keterangan audio dari handphone. Uotput suara dikecilkan sehingga tidak terlalu mengganggu lingkungan dengan konsekuensi pembacaan harus mendekatkan handphone ke telinga.
Kebiasaan tunanetra dalam mengakses perangkat elektronik tersebut membuat mereka dengan mudah pula mengakses internet. Mulai banyak tunanetra yang memiliki akun di jejaring sosial. Lokasi maya tersebut memberikan nuansa nyaman pada tunanetra untuk berkomunitas, bahkan tidak hanya dengan tunanetra saja melainkan dengan khalayak umum. Observasi di Yogyakarta detemukan banyak siswa tunanetra yang gemar bersosialisai di jejaring sosial facebook. Adapun contoh pada gambar dibawah ini.


Akun facebook tersebut dimiliki oleh seorang tunanetra. Ternyata dalam aktifitas kesehariannya pun sering melakukan olahraga futsal. Uniknya dengan media facebook mereka eksis mempublikasikan foto-foto aktifitasnya. Bahkan dalam beberapa kesempatan saling mengundang melalui facebook. Dengan demikian maka antar tunanetra saling dapat bersosial dengan mudah.
Kemudahan berkomunikasi akan memberikan semangat baru pada setiap tunanetra. Mereka akan merasa hidup bersama. Memiliki teman senasib membuat mereka menjadi lebih kuat dalam menghadapi segala keterbatasan. Melalui internet pula mereka bisa saling mencari dengan mudah dan dapat dilanjutkan dengan saling bertukar nomor handphone untuk komunikasi yang bersifat lebih privasi.
Fenomena di lapangan pun menunjukan bahwa internet memberikan kemudahan tunanetra dalam memecahkan masalah. Akan sangat mudah mencari solusi jika tunanetra mendapati masalah. Terdapat suatu grup facebook yang disitu isinya merupakan tunanetra. Di dalam grup tersebut sering dilakukan diskusi untuk berbagai masalah. Nampak dari obrolan tunanetra tidak segan untuk bertanya pada tunanetra lain mengenai permasalahannya. Adapun gambar obrolan pada grup terdapat pada dibawah ini.




 Saat memberikan pertanyaan pun tunanetra lain nampak sangat tanggap dan memberikan jawaban. Salah satu anggota grup membarikan pertanyaan “hai para master. Saya sering dapat masalah ketika download di upfile.mobi. Ketika klik link/taut download, ga mau jalan downloadnya. Kira2 gimana cara mengatasi hal ini. Makasi sebelumnya.” Lalu dari teman pun bercakap untuk mencoba memberikan jawaban. Adapun gambar percakapan tersebut adalah sebagai berikut.

Selain aktif dalam bertanya, tunanetra juga nampak aktif dalam berbagi ilmu. Tanpa ditanya, banyak dari tunanetra yang sengaja mengupload pengetahuannya. Maksud dan tujuannya dalah agar tunanetra lain dapat mengetahui pula sesuatu yang dia ketahui. Salah satu contoh adalah Cara Melihat Dan Menghapus Riwayat Web Browser Mozilla Firefox. Apresiasi anggota grup pun sangat baik. Mereka memberikan berbagai ungkapan terima kasih karena telah ada yang menambahkan sumber informasi di grup. Adapun gambar percakapan adalah sebagai berikut.





Banyak Teladan di Internet
Contoh adalah kebutuhan fundamen dari setiap orang termasuk tunanetra. Tunanetra mendambakan contoh tunanetra lain yang dapat dijadikan teladan. Selama ini, keterbatasan mobilitas dan penangkapan informasi membuat tunanetra miskin contoh. Mereka kebanyakan selalu berkutat dengan kekurangannya dan berpangkutangan menerima takdir. Mereka rasa dengan usaha sekeras apapun, prestasi gemilang sulit diraih. Itu terjadi karena mereka sulit mencari panutan.
Padahal fenomena beberapa tunanetra yang mencuat dengan prestasi gemilang sering terjadi. Sebut saja Eko Ramaditya Adikara, seorang tunanetra yang berhasil menelurkan suatu buku fenomenal berjudul Blind Power: Berdamai Dengan Kegelapan. Siapa bilang tunanetra tidak dapat menulis? Siapa bilang tunanetra minim kreasi? Prestasi Eko Ramaditya Adikara dapat membuka paradigm tunanetra tentang potensinya masing-masing. Buku Eko Ramaditya Adikara dapat dijadikan jimat untuk melecutkan semangat tunanetra. Aktivitasnya di dunia blog dapat memberikan contoh bahwa tunanetra tidak hanya bisa tetapi harus produktif. Bahkan dengan semangatnya bisa mengalahkan produktifitas orang dengan indera lengkap.
Mimpi mengenyam pendidikan tinggi seolah telah dipupuskan oleh dirinya sendiri. Banyak tunanetra yang pesimis untuk dapat mengenyam pendidikan setinggi siswa awas. Tempaan-tempaan seperti tidak diperbolehkanya tunanetra mimilih jurusan IPA, tidak adanya alat yang leluasa untuk praktikum sains, kecepatan membaca huruf Braille yang relatife lama membuat mental kebanyakan tunanetra menurun. Semangat untuk dapat kuliah perlahan mulai terkikis dan misi yang dianggap realistis hanya lulus SMA. Namun tidak semua tunanetra menyerah dengan keadaan. Muhammad Soedito merupakan tunanetra yang sukses menempuh pendidikan dan mengembangkan karir. Bapak Otje (panggilan dari Muhammad Soedito) memang tunanentra, namun hal ini tidak menghalanginya untuk mengukir prestasi. Sejak kelas 6 SD ia mampu mengetik 220 hurup per menit. Otje pun berhasil lulus sebagai sarjana hukum dengan predikat cumlaude di Universitas Diponegoro Semarang.
Beranjak lepas dari bangku kuliah, Otje mulai menitih karir. Otje pun pernah menjadi wartawan selama 20 tahun. Ia menjadi news editor, wartawan cadangan, hingga akhirnya menjadi wartawan tetap di Departemen Luar Negri. Prestasi Otje sebagai wartawan pun tak perlu di ragukan lagi. Pada tahun 1982, dia pernah mewawancarai Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher dan Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan.
Sedikit berbeda dengan Bapak Otje yang tunanetra sejak usia bayi. Bapak Setia Adi Purwanta adalah salah satu penyandang tunanetra dadakan. Setia mengalami kecelakaan selepas SMA yang membuatnya mengalami buta total. Dengan sangat terpaksa karirnya sebagai asisten apoteker pun terhenti. Sempat melalui masa-masa frustasi, Setia perlahan bangkit dan menjadi salah satu tunanetra yang berhasil menyabet gelar magister pendidikan dalam bidang penelitian dan evaluasi pendidikan. Bapak Setia dapat dijadika teladan yang sangat ideal perihal semangat menuntut ilmu. Dengan keterbatasannya beliau dapat menjadi pimpinan lembaga pengembangan media belajar difabel, berkeliling ke berbagai negara di ASIA maupun EROPA dan masuk dalam 30 besar kadidat komisional Komnas HAM. Sungguh suatu pencapaian yang bahkan orang dengan indera lengkap pun belum tentu dapat menyamai.
Beliau sangat bersyukur dan tidak mengeluh terhadap keadaan. Berpikir positif bahwa jika semua inderanya berfungsi secara baik maka belum tentu karir dan kebermanfaatan ilmunya melebihi saat ini. Dengan mengalami kebutaan maka Bapak Setia masuk secara mendalam ke dunia tunanetra dan selalu berusaha mengembangkan produk yang dapat membantu tunanetra dalam memahami lingkungan. Dan yang jelas adalah untuk menuju komitmen education for all.
Memang teladan masih dalam kuantitas yang kecil namu kesemuanya dapat memberikan inspirasi pada tunanetra untuk tidak menyerah dengan keadaan. Kesemua teladan dapat dengan mudah dijumpai di internet, melalui beritanya, tulisanya, ataupun videonya. Berpotensi pula untuk membangun suatu komunikasi berkelanjutan yang akan membawa kedalam proses pembelajaran dan pengembangan potensi.

3M (MENCARI, MENGAMATI, MENELADAI)
Kemudahan sarana informasi dan akses berkomunikasi membarikan dampak baik bagi tunanetra. Sering berinteraksi memberikan dampak psikologis yang sangat baik. Mental percaya diri akan meningkat melihat banyak teman senasib, bahkan beberapa diantaranya memiliki prestasi yang menjulang. Dengan demikian maka tunanetra dapat berkaca dengan kemampuan tunanetra yang lain untuk memicu semangatnya.
Internet memberikan kemudahan bagi tunanetra untuk menemukan atau mencari sosok yang diidolakan. Mencari prestasi-prestasi gemilang yang ditorehkan oleh sesame dan dijadikan sebagai bahan introspeksi diri. Membandingkan diri dengan sosok yang dicari dan mencari kenapa merekan dapat melakukan lebih. Mengamati secara kehidupan tunanetra lain dengan berkomunikasi ataupun melihat sosok melalui pemberitaan dan biografi.
Tunanetra dapat lebih mudah mencari sosok yang akan diteladani, usahanya, passion, impian dan strategi menggapai cita-cita. Melalui banyak informasi di internet tunanetra dapat perlahan mengikuti dan menjadikan sosok idola sebagai parameter capaian atau penyemangat. Mengubah paradigma yang semula serba tidak mungkin menjadi mungkin. Mengubah paradigm yang semua serba ragu menjadi optimis. Output adalah semangat berusaha semaksimal mungkin karena keterbatasan tidak akan membatasi usaha, “contohnya dia”.
Semoga kedepan fasilitas komunikasi terus meningkat dan memberikan berbagai kemudahan. Menjelma sebagai salah satu poros yang mengembangkan semangat semua kalangan untuk memaksimalkan potensi. Menuju Indonesia dengan sumberdaya yang lebih unggul.


DAFTAR PUSTAKA
Amir Karimuddin. 2013. Pengguna Facebook di Indonesia Tembus 50 Juta Orang http://www.trenologi.com/201301229286/pengguna-facebook-di-indonesia-tembus-50-juta-orang/ diakses pada 10 Agustus 2013

Anonim. Indonesia Masuk 4 Besar Pengguna Handphone Terbanyak dalam http://carakupedia.com/indonesia-masuk-4-besar-pengguna-handphone-terbanyak/ diakses pada 10 Agustus 2013

Anonim. Menyebar Industri ke Luar Jawa dalam http://www.kemenperin.go.id/artikel/3934/profil/71/rencana-strategis-kementerian-perindustrian diakses pada 10 Agustus 2013

Anonim. 2012. Indonesia Pengguna Twitter Terbesar Kelima Dunia dalam http://www.tempo.co/read/news/2012/02/02/072381323 diakses pada 10 Agustus 2013

Kompas. 2003. Setia Adi Purwanta, Kebutaan adalah Kesempurnaan

Oik Yusuf. 2013. 2013, Pengguna Internet Indonesia Bisa Tembus 82 Juta dalam http://tekno.kompas.com/read/2012/12/13/10103065/2013.pengguna.internet.indonesia.bisa.tembus.82.juta diakses pada 10 Agustus 2013

Yessy Artada. 2011. 2013, Otje Soedioto, Penyandang Tunanetra dengan Segudang Prestasi dalam http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=49691 diakses pada 10 Agustus 2013