Oleh:
Janu Arlinwibowo, S.Pd
(Kategori UMUM)
Orang bilang tiggal di kutub sangat
menyedihkan,
Harus menunggu sekian lama untuk
melihat matahari,
Menahan rindu lama pula untuk melihat
bulan,
Namun ada yang lebih parah,
Mereka tanpa matahari dan mereka tak
kenal bulan,
Tunanetra
merupakan orang yang mengalami gangguan pengelihatan sehingga tidak dapat
melakukan kegiatan keseharian seperti orang awas (orang berpengelihatan normal)
walaupun dibantu dengan berbagai alat. Dalam kehidupannya tunanetra mengalami
keterbatasan untuk menangkap sinyal visual yang dipancarkan oleh lingkungan.
Padahal, sinyal visual merupakan data yang paling mudah diakses oleh manusia.
83% informasi yang didapatkan manusia melalui indera pengelihatan yang berarti
merupakan sinya visual.
Keterbatasan
tersebut membuat tunanetra memiliki keterbatasan mobilitas. Tunanetra sangat
terbatas dalam pergerakan. Mobilitas tunanetra sangat terbatas karena mayoritas
elemen yang berada di lingkungan memberikan sinyal visual terlebihdahulu, baru
ketika terjadi interaksi fisik lingkungan dapat memberikan sinyal suara ataupun
rasa. Namum yang bermasalah adalah benda bahaya yang membahayakan jika terjadi
kontak fisik seperti api, pisau, binatang berbisa dan lain sebagainya.
Fakta
mengenai urgensi sinyal visual dan banyaknya benda bahaya membuat tunanetra
memiliki kecenderungan untuk berhati-hati, bahkan terkadang agak berlebihan.
Respon berlebihan tersebut membuat mental dari tunanetra renta dan sangat mudah
trauma. Sedikit runcing ataupun sedikit panas akan memberikan stimulus pada
tunanetra untuk segera menjauh atau menghindar.
Tunanetra
= Gelap = Unconfident
Keterbatasan
pengelihatan membuat tunanetra mangalami banyak perbedaan dengan orang awas.
Banyaknya suatu kegiatan berbasis visual membuat banyak pula sesuatu yang tidak
dapat dilakukan oleh tunanetra layaknya orang awas. Hal tersebut menimbulkan
suatu perbedaan yang memberikan dampak signifikan pada kepercayaan diri. Marasa
beda dan merasa kurang lengkap membuat tunanetra mengalami masalah dalam
psikologisnya.
Kegelapan
adalah istilah yang mereka gunakan untuk mendefinisikan kondisi mereka. Gelap
bukan semata-mata karena mereka tidak pernah melihat sinar namun lebih kepada
ketidak mampuan mereka untuk memahami lingkungan sekitar secara menyeluruh.
Kegelapan menjadi suatu kata yang berkonotasi negatif. Dimana suatu kata yang
sebenarnya mendeskripsikan suatu rasa pesimis dan permitaan tolong.
Sayangnya
rasa pesimis hampir dialami oleh semua tunanetra. Bahkan semacam menjadi
penyakit genetis. Ketakutan untuk mencoba sesuatu yang baru membuat pengalaman
menjadi sangat minimal. Imbasnya, tunanetra memiliki keragu-raguan dalam
bertindak dan sangat rentan terhadap trauma, khususnya panas dan runcing.
Kondisi
masyarakat sekitar yang cenderung underestimate
memperparah perkembangan tunanetra. Keraguan untuk memberikan keleluasaan
tunanetra dalam beraktifitas secara perlahan membentuk jiwa pesimis penuh
ketakutan. Bantuan-bantuan berlebihan ternyata akan memberikan dampak kurang
baik. Tunanetra menjadi takut beraktifitas sendiri dan membuat suatu
ketergantungan yang tidak sehat.
Menyoal Kebutuhan Tunanetra
Menjadi
kaum minoritas adalah suatu kondisi yang sangat tidak menguntungkan. Merasa
sendiri ditambah dengan perbedaan membuat mental tunanetra menjadi rapuh.
Minoritas membuat tunanetra mengalami keterbatas untuk berkomunikasi dengan
sesama. Memang jumlah tunanetra di Indonesia cukup banyak yaitu 3,5 juta orang.
Namun dari kesemuanya tersebar keseluruh wilayah Indonesia yang memiliki luas 1.910.931,32
km2. Ditambah dengan kondisi Indonesia yang merupakan negara
kepulauan sehingga sangat susah untuk membangun sebuah komunitas tunanetra.
Kondisi tersebut membuat tunanetra merasa menjadi satu-satunya individu yang
mengalami kekurangan.
Kesempatan
tunanetra untuk berkomunitas adalah saat mereka bersekolah. Dalam naungan
lembaga belajar tunanetra dari berbagai penjuru akan berkumpul dan
berkomunitas. Dalam aktifitas bersosialnya dengan sesama tunanetra akan
memberikan pengembangan mental yang baik. Tunanetra dapat melakukan sharing untuk bertukar informasi dan
pandangan hidup. Aktifitas tersebut akan mengurangi beban rasa “kekurangan”
yang terus dipikul dan menumbuhkan rasa “tidak cuma aku” yang memberikan
semangat lebih dalam menjalani hidup.
Namun
terdapat permasalahan mengenai sedikitnya siswa di suatu lembaga pendidikan
tunanetra. Dalam satu kelas rata-rata jumlah siswa bisa dihitung dengan jari.
Sehingga komunitas yang terbentuk pun minimal personil. Imbasnya adalah sharing pengalaman dan wawasan menjadi
sangat minimal.
Ditambah
dengan kondisi tempat tinggal yang saling berjauhan. Mutlak kesempatan
tunanetra untuk bergaul secara leluasa pun hanya saat di sekolah. Memang diluar
jam sekolah mereka memiliki kesempatan untuk saling mengunjungi namun tentu
dengan intensitas rendah, tidak seperti kita sebagai orang awas. Fakta tersebut
membuat waktu bergaul sangat terbatas sehingga alokasi untuk saling berbagi pun
sangat minimal.
Mengusut Jaman “Manusia Hidup Tanpa
Jarak”
Dewasa
ini nampaknya permasalahan jarak menjadi hal kuno yang tidak menjadi suatu
masalah. Saat ini era dimana teknologi informasi berkembang pesat sehingga
jarak menjadi sesuatu yang bukan menjadi masalah. Sedikit demi sedikit
teknologi informasi mulai berkembang, hingga mencapai akselerasi perkembangan
luar biasa mulai tahun 2000an. Diawali dengan adanya telepon rumah yang
memfasilitasi masyarakat untuk berhubungan jarak jauh dengan media suara.
Berlanjut muncul telepon genggang yang dapat mengirimkan pesar berupa tulisan.
Hingga berkembang dengan banyaknya fasilitas internet yang dapat melayani
masyarakat dalam berbagai hal berkaitan dengan komunikasi.
Bahkan
luarbiasanya saat ini akses internet dinilai sebagai kebutuhan primer. Di
instansi perkantoran ataupun sekolah menyediakan akses tersebut agar dapat
dipakai oleh semua kalangan yang membutuhkan, tentunya dengan kebijakan
masing-masing kantor. Informasi dinilai sebagai salah satu aspek penting dalam
mendukung kinerja. Untuk beberapa kantor sengaja memancarkan wifi dengan radius
yang relatif jauh sehingga khalayak umum dapat menggunakan. Fenomena tersebut
nampak di kantor DPRD Kabupaten Bantul dan Telkom Bantul.
Popularitas
internet semakin menggila. Semakin banyak orang yang terinfeksi virus candu
internet karena memang kemudahannya dalam mengakses informasi. Ditambah dengan
harga perangkat komputer yang semakin lama semakin terjangkau. Atau juga
semakin terjangkaunya handphone yang
dapat dijadikan media untuk mengakses internet. Dengan uang kurang dari 1 juta
saat ini masyarakat sudah mendapatkan handphone
dengan fasilitas penangkap sinyal wifi. Jika hanya ingin internet saja, banyak handphone dengan harga kurang dari 500
ribu. Sebuah survei yang diselenggarakan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII) mengungkapkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia
tahun 2012 mencapai 63 juta orang atau 24,23 persen dari total populasi negara
ini.
Dari
fenomena murahnya perangkat dan mudahnya akses internet, tidak heran jika
popularitasnya terus meningkat. Bahkan keberadaan fasilitas sinyal internet
menjadi sesuatu yang marketable. Fasilitas internet dapat memberikan daya tarik
masyarakat untuk mengunjungi atau beraktifitas di suatu tempat. Dan segmennya
pun sangat luas karena hampir semua masyarakat memiliki handphone atau komputer jinjing. Fakta mengejutkan bahwa ternyata
jumlah handphone di Indonesia
diperkirakan mencapai sekitar 250,100,000 buah handphone. Dengan jumlah penduduk mencapai 237,556,363 maka
perbandingan jumlah penduduk yang menggunakan handphone mencapai 105.28%.
Inovasi
yang dilakukan oleh stakeholder pun semakin variatif dan canggih. Fasilitas
untuk saling berkomunikasi pun semakin banyak pilihan. Hingga muncul suatu
media sosial yang dapat memfasilitasi masyarakat untuk berkomunikasi dan
berkomunitas di dalam dunia maya. Dimulai dari chating ala mirc hingga friendster yang dapat memaparkan identitas
dengan lebih nyata. Terus berkembang hingga saat ini facebook dan twitter
manjadi jejaring sosial yang paling familiar digunakan oleh masyarakat. Untuk
twitter Indonesia berada di posisi kelima dengan jumlah akun 19,5 juta. Sedangkan
untuk pengguna Facebook di Indonesia per bulan Januari 2013 telah menembus angka
50 juta pengguna, tepatnya 50,583 juta
Jejaring
sosial dapat memfasilitas masyarakat untuk berkomunitas secara luar biasa.
Dengan jejaring sosial informasi dan undangan dapat disampaikan secara mudah.
Banyak kasus yang menyebutkan bahwa jejaring sosial mempertemukan teman lama
yang sudah lama lostcontact. Jarak
menjadi buka suatu masalah untuk mencari teman yang jaraknya ribuan kilo bahkan
terpisah benua. Berkomunitas menjadi sangat mudah dengan jangkauan yang sangat
luas, bahkan seperti tanpa jarak.
Tunanetra pun Berkomunitas Tanpa Batas
Perkembangan
teknologi informasi yang memangkas jarak antar pengguna turut dimanfaatkan oleh
tunanetra. Pertanyaan pasti akan muncul mengenai bagaimana tunanetra dapat
mengoperasikan hardware. Sedangkan selama ini yang diketahui oleh masyarakat perangkat
untuk mengakses internet berbasis pada simbol visual.
Screenreader marupakan teknologi pengembangan yang
dapat membantu tunanetra dalam mengoperasikan perangkat untuk mengakses
internet. Screenreader akan
mengonversi simbol visual yang ditampilkan oleh perangkat menjadi simbol audio.
Semua simbol visual yang dikehendaki akan disuarakan seperti ada seseorang yang
membacakan. Hebatnya teknologi ini dapat diterapkan di handphone dan juga komputer sehingga tunanetra dapat leluasa dalam
mengoperasikannya.
Perangkat tersebut pun
dipandang sangat terjangkau. Handphone
dengan harga kurang dari 500.000 sudah dapat menggunakan aplikasi screenreader. Dan fenomena dilapangan
menunjukan bahwa saat ini banyak sekali tunanetra yang selalu mengisi sakunya
dengan handphone. Begitu pula dengan
komputer. Semua komputer yang saai ini beredar dapat menampung aplikasi screenreader. Aplikasi juga bersifat
sangat ringan sehingga komputer jinjing dengan spesifikasi rendah seperti
netbook sudah dapat menampung. Seperti halnya handphone, netbook pun buka merupakan barang langka di kalangan
tunanetra. Sudah merupakan barang umum netbook digunakan oleh siswa tunanetra,
khususnya jenjang pendidikan SMA dan Perguruan tinggi.
Tunanetra
mengoperasikan komputer (kiri) dan
Tunanetra
sms (kanan)
Gambar
diatas menunjukan bahwa tunanetra dapat mengoperasikan komputer dengan
menggunakan screenreader.
Kekurangannya adalah output suara membuat sekeliling terganggu, atau jika
membaca pesan yang sifatnya privasi orang lain mendengar. Untuk mengantisipasi
hal tersebut tunanetra dalam gambar menggunakan earphone sehingga hanya dia
sendiri yang menangkap keterangan audio dari komputer. Gambar yang dikanan
memperlihatkan aktifitas tunanetra dalam berkomunikasi dengan handphone. Nampak seperti menelpon
karena handphone diletakan di samping
telinga namun tunanetra tersebut bukan menelpon, melainkan sms. Alasan mendekatkan
handphone ke telingan adalah karena
tunanetra menangkap keterangan audio dari handphone.
Uotput suara dikecilkan sehingga tidak terlalu mengganggu lingkungan dengan
konsekuensi pembacaan harus mendekatkan handphone
ke telinga.
Kebiasaan
tunanetra dalam mengakses perangkat elektronik tersebut membuat mereka dengan
mudah pula mengakses internet. Mulai banyak tunanetra yang memiliki akun di
jejaring sosial. Lokasi maya tersebut memberikan nuansa nyaman pada tunanetra
untuk berkomunitas, bahkan tidak hanya dengan tunanetra saja melainkan dengan
khalayak umum. Observasi di Yogyakarta detemukan banyak siswa tunanetra yang
gemar bersosialisai di jejaring sosial facebook. Adapun contoh pada gambar
dibawah ini.
Akun
facebook tersebut dimiliki oleh seorang tunanetra. Ternyata dalam aktifitas
kesehariannya pun sering melakukan olahraga futsal. Uniknya dengan media
facebook mereka eksis mempublikasikan foto-foto aktifitasnya. Bahkan dalam
beberapa kesempatan saling mengundang melalui facebook. Dengan demikian maka
antar tunanetra saling dapat bersosial dengan mudah.
Kemudahan
berkomunikasi akan memberikan semangat baru pada setiap tunanetra. Mereka akan
merasa hidup bersama. Memiliki teman senasib membuat mereka menjadi lebih kuat
dalam menghadapi segala keterbatasan. Melalui internet pula mereka bisa saling
mencari dengan mudah dan dapat dilanjutkan dengan saling bertukar nomor handphone untuk komunikasi yang bersifat
lebih privasi.
Fenomena
di lapangan pun menunjukan bahwa internet memberikan kemudahan tunanetra dalam
memecahkan masalah. Akan sangat mudah mencari solusi jika tunanetra mendapati
masalah. Terdapat suatu grup facebook yang disitu isinya merupakan tunanetra.
Di dalam grup tersebut sering dilakukan diskusi untuk berbagai masalah. Nampak
dari obrolan tunanetra tidak segan untuk bertanya pada tunanetra lain mengenai
permasalahannya. Adapun gambar obrolan pada grup terdapat pada dibawah ini.
Saat memberikan
pertanyaan pun tunanetra lain nampak sangat tanggap dan memberikan jawaban.
Salah satu anggota grup membarikan pertanyaan “hai para master. Saya sering dapat masalah
ketika download di upfile.mobi. Ketika klik link/taut download, ga mau jalan
downloadnya. Kira2 gimana cara mengatasi hal ini. Makasi sebelumnya.”
Lalu dari teman pun bercakap untuk mencoba memberikan jawaban. Adapun gambar
percakapan tersebut adalah sebagai berikut.
Selain
aktif dalam bertanya, tunanetra juga nampak aktif dalam berbagi ilmu. Tanpa
ditanya, banyak dari tunanetra yang sengaja mengupload pengetahuannya. Maksud
dan tujuannya dalah agar tunanetra lain dapat mengetahui pula sesuatu yang dia
ketahui. Salah satu contoh adalah Cara Melihat Dan Menghapus Riwayat Web
Browser Mozilla Firefox. Apresiasi anggota grup pun sangat baik. Mereka
memberikan berbagai ungkapan terima kasih karena telah ada yang menambahkan
sumber informasi di grup. Adapun gambar percakapan adalah sebagai berikut.
Banyak Teladan di Internet
Contoh
adalah kebutuhan fundamen dari setiap orang termasuk tunanetra. Tunanetra
mendambakan contoh tunanetra lain yang dapat dijadikan teladan. Selama ini,
keterbatasan mobilitas dan penangkapan informasi membuat tunanetra miskin
contoh. Mereka kebanyakan selalu berkutat dengan kekurangannya dan
berpangkutangan menerima takdir. Mereka rasa dengan usaha sekeras apapun,
prestasi gemilang sulit diraih. Itu terjadi karena mereka sulit mencari
panutan.
Padahal
fenomena beberapa tunanetra yang mencuat dengan prestasi gemilang sering
terjadi. Sebut saja Eko Ramaditya Adikara, seorang tunanetra yang berhasil menelurkan suatu buku
fenomenal berjudul Blind Power: Berdamai Dengan Kegelapan. Siapa bilang
tunanetra tidak dapat menulis? Siapa bilang tunanetra minim kreasi? Prestasi
Eko Ramaditya Adikara dapat membuka paradigm tunanetra tentang potensinya
masing-masing. Buku Eko Ramaditya Adikara dapat dijadikan jimat untuk
melecutkan semangat tunanetra. Aktivitasnya di dunia blog dapat memberikan
contoh bahwa tunanetra tidak hanya bisa tetapi harus produktif. Bahkan dengan
semangatnya bisa mengalahkan produktifitas orang dengan indera lengkap.
Mimpi
mengenyam pendidikan tinggi seolah telah dipupuskan oleh dirinya sendiri.
Banyak tunanetra yang pesimis untuk dapat mengenyam pendidikan setinggi siswa
awas. Tempaan-tempaan seperti tidak diperbolehkanya tunanetra mimilih jurusan
IPA, tidak adanya alat yang leluasa untuk praktikum sains, kecepatan membaca
huruf Braille yang relatife lama membuat mental kebanyakan tunanetra menurun.
Semangat untuk dapat kuliah perlahan mulai terkikis dan misi yang dianggap
realistis hanya lulus SMA. Namun tidak semua tunanetra menyerah dengan keadaan.
Muhammad Soedito merupakan tunanetra yang sukses menempuh pendidikan dan
mengembangkan karir. Bapak Otje (panggilan dari Muhammad Soedito) memang
tunanentra, namun hal ini tidak menghalanginya untuk mengukir prestasi. Sejak
kelas 6 SD ia mampu mengetik 220 hurup per menit. Otje pun berhasil lulus
sebagai sarjana hukum dengan predikat cumlaude di Universitas Diponegoro
Semarang.
Beranjak
lepas dari bangku kuliah, Otje mulai menitih karir. Otje pun pernah menjadi
wartawan selama 20 tahun. Ia menjadi news editor, wartawan cadangan, hingga
akhirnya menjadi wartawan tetap di Departemen Luar Negri. Prestasi Otje sebagai
wartawan pun tak perlu di ragukan lagi. Pada tahun 1982, dia pernah
mewawancarai Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher dan Presiden Amerika
Serikat Ronald Reagan.
Sedikit
berbeda dengan Bapak Otje yang tunanetra sejak usia bayi. Bapak Setia Adi
Purwanta adalah salah satu penyandang tunanetra dadakan. Setia mengalami
kecelakaan selepas SMA yang membuatnya mengalami buta total. Dengan sangat
terpaksa karirnya sebagai asisten apoteker pun terhenti. Sempat melalui
masa-masa frustasi, Setia perlahan bangkit dan menjadi salah satu tunanetra
yang berhasil menyabet gelar magister pendidikan dalam bidang penelitian dan
evaluasi pendidikan. Bapak Setia dapat dijadika teladan yang sangat ideal
perihal semangat menuntut ilmu. Dengan keterbatasannya beliau dapat menjadi
pimpinan lembaga pengembangan media belajar difabel, berkeliling ke berbagai
negara di ASIA maupun EROPA dan masuk dalam 30 besar kadidat komisional Komnas
HAM. Sungguh suatu pencapaian yang bahkan orang dengan indera lengkap pun belum
tentu dapat menyamai.
Beliau
sangat bersyukur dan tidak mengeluh terhadap keadaan. Berpikir positif bahwa
jika semua inderanya berfungsi secara baik maka belum tentu karir dan
kebermanfaatan ilmunya melebihi saat ini. Dengan mengalami kebutaan maka Bapak
Setia masuk secara mendalam ke dunia tunanetra dan selalu berusaha
mengembangkan produk yang dapat membantu tunanetra dalam memahami lingkungan.
Dan yang jelas adalah untuk menuju komitmen education
for all.
Memang
teladan masih dalam kuantitas yang kecil namu kesemuanya dapat memberikan
inspirasi pada tunanetra untuk tidak menyerah dengan keadaan. Kesemua teladan
dapat dengan mudah dijumpai di internet, melalui beritanya, tulisanya, ataupun
videonya. Berpotensi pula untuk membangun suatu komunikasi berkelanjutan yang
akan membawa kedalam proses pembelajaran dan pengembangan potensi.
3M (MENCARI, MENGAMATI, MENELADAI)
Kemudahan
sarana informasi dan akses berkomunikasi membarikan dampak baik bagi tunanetra.
Sering berinteraksi memberikan dampak psikologis yang sangat baik. Mental
percaya diri akan meningkat melihat banyak teman senasib, bahkan beberapa
diantaranya memiliki prestasi yang menjulang. Dengan demikian maka tunanetra
dapat berkaca dengan kemampuan tunanetra yang lain untuk memicu semangatnya.
Internet
memberikan kemudahan bagi tunanetra untuk menemukan atau mencari sosok yang
diidolakan. Mencari prestasi-prestasi gemilang yang ditorehkan oleh sesame dan
dijadikan sebagai bahan introspeksi diri. Membandingkan diri dengan sosok yang
dicari dan mencari kenapa merekan dapat melakukan lebih. Mengamati secara
kehidupan tunanetra lain dengan berkomunikasi ataupun melihat sosok melalui
pemberitaan dan biografi.
Tunanetra
dapat lebih mudah mencari sosok yang akan diteladani, usahanya, passion, impian
dan strategi menggapai cita-cita. Melalui banyak informasi di internet
tunanetra dapat perlahan mengikuti dan menjadikan sosok idola sebagai parameter
capaian atau penyemangat. Mengubah paradigma yang semula serba tidak mungkin menjadi
mungkin. Mengubah paradigm yang semua serba ragu menjadi optimis. Output adalah
semangat berusaha semaksimal mungkin karena keterbatasan tidak akan membatasi
usaha, “contohnya dia”.
Semoga
kedepan fasilitas komunikasi terus meningkat dan memberikan berbagai kemudahan.
Menjelma sebagai salah satu poros yang mengembangkan semangat semua kalangan
untuk memaksimalkan potensi. Menuju Indonesia dengan sumberdaya yang lebih
unggul.
DAFTAR
PUSTAKA
Kompas. 2003. Setia Adi
Purwanta, Kebutaan adalah Kesempurnaan